Saturday, August 28, 2010

Dinamika Lembaga Eksekutif Indonesia (2004-2009)

Tugas kuliah (semester 2), dibuat pada 12 April 2010

Pemerintahan periode 2004-2009, lembaga eksekutif Indonesia dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI periode tersebut dengan nama kabinet Indonesia bersatu. Banyak hal-hal yang bersifat controversial dalam kebijakan atau tindakan yang dilakukan SBY. Dalam paper ini saya lebih memfokuskan pada dinamika perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY 2004-2009. Seperti menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2005 yang berdampak pada menaikknya tingkat inflasi di Indonesia. Selain itu, hal lain yang terjadi pada pemerintahan SBY adalah perubahan APBN 2008 yang telah sebulan dilakukan. Pada 4 februari 2008, menteri keuangan, didampingi menteri PPN/BAPPENAS, gubernur BI, dan kepala BPS, resmi menyampaikan Perkiraan Perubahan APBN pada rapat kerja dengan komisi XI DPR.

Padahal, menurut UU Nomor 17/2003 pasal 27 ayat 1,2, dan 4 tentang keuangan Negara menyatakan bahwa perubahan APBN dilakukan normalnya pada akhir semester 1 yaitu sekitar bulan Juli. Namun pemerintah menggunakan pasal 27 ayat 3 UU tersebut yang member peluang perubahan karena perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi APBN. Tiga alas an pemerintah melakukan perubahan tersebut yaitu, pertama karena perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, kedua karena kenaikkan harga minyak dunia, ketiga karena kenaikkan harga komoditi pangan dunia.

Dari dua hal tersebut diatas, yaitu mengenai kenaikkan harga BBM dan perubahan APBN yang dilakukan baru sebulan setelah pelaksanaannya cukup menunjukkan lemahnya koordinasi yang ada di lembaga eksekutif dan juga mencerminkan kurangnya profesionalitas yang ditunjukkan oleh lembaga tersebut. Kemampuan lembaga melemah yang tercermin dalam ketidakakuratan pernyataan pemimpin lembaga eksekutif yang apabila terus terjadi akan menganggu akuntabilitas lembaga Negara. Alhasil, akuntabilitas perencanaan dan evaluasi kebiijakan pun dipertanyakan. Hal ini terjadi karena banyak prediksi-prediksi yang kurang akurat yang dilakukan oleh pemerintahan. Seperti prediksi tingkat inflasi karena kenaikan BBM yang berbeda-beda. Menurut prediksi BI inflasi tahun 2005 sebesar 14% sedangkan menteri PPN/BAPPENAS menjanjikan inflasi 2005 tidak akan lebih dari 12%. Selain itu, masalah pergantian APBN yang normalnya baru bias diubah setelah 1 semester diterapkan tetapi dirubah hanya baru 1 bualn diterapkan. Lagi-lagi, hal tersebut menunjukkan kurangnya prediksi yang akurat yang dilakukan pemerintah dalam membaca suasana politik dunia.

Dinamika lembaga eksekutif tahun 2004-2009 yang dilakukan pada masa pemerintahan SBY memang masih banyak ditemukan kekurangan-kekurangan dalam praktiknya. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa pada masa SBY juga cukup banyak peningkatan-peningkatan yang terjadi dalam perekonomian Indonesia, seperti dilakukan pelunasan hutang IMF sebesar US$ 3.2 miliar, penurunan angka pengangguran terbuka 11% (2006), 10.26% (2005), 8.1% (2007), dan pertumbuhan ekonomi yang melebihi target pada tahun 2007, dimana target yang ditetapkan sebesar 6.3% dan realisasi yang berhasil dicapai sebesar 6.33%.

Dapat disimpulkan bahwa dinamika lembaga eksekutif pada tahun 2004-2009 mengalami peningkatan dalam perekonomian tetapi masih banyak tindakan yang dilakukan dengan kurang optimal satau terkesan terlalu hati-hati dalam bertindak sehingga menimbulkan keputusan yang kurang akurat/bias.

Sumber: http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1694&Itemid=195, oleh Harry Azhar Azis

2 comments:

  1. bagus sekali
    thx ya

    ReplyDelete
  2. terima kasih. senang bisa membantu. padahal ini banyak salah ketiknya dan sudah lama sekali saya buatnya. analisisnya juga kurang tajam. masih banyak kurangnya. hehe

    ReplyDelete